Penduduk
asli Jayapura adalah suku Tobati, Kayubatu, dan Kayupulo. Kapan penduduk asli
mulai mendiami Jayapura tidak ada satu literatur yang mencatatnya secara pasti.
Sebelum mereka kontak dengan pengaruh luar, suasana kehidupan yang berkonotasi
rukun, aman, otonom, tenang, dan bebas ada di dalam masyarakat asli tersebut.
"Kepala
Dinas Tata Kota Jayapura MHT Sagala di Jayapura, menjelaskan, ketika terjadi
kontak dengan penduduk dari luar tahun 1545, mulailah terjadi perubahan.
Perubahan itu lambat laun membawa kemajuan. Misalnya, Kota Jayapura yang
sekarang yang telah berkembang menjadi ibu kota kabupaten daerah tingkat II
Jayapura dan Kota Madya Jayapura.Perubahan dan kontak yang terjadi antara lain
dengan bangsa Portugis yang dikenal dengan perjalanan Bartholomeus Diaz, Vasco
da Gama, Marco Polo, dan seterusnya.
Perjalanan
ini kemudian membuat orang Eropa melakukan penemuan dunia-dunia baru dengan
tujuan mencari rempah-rempah. Era pelayaran ini membawa orang Portugis tiba
juga di Indonesia pada umumnya dan secara khusus di Irja.Orang-orang Spanyol
pun pernah menginjakkan kaki di Irja. Sejarah arung samudera mencatat seorang
berbangsa Spanyol bernama Ynico Ortis de Fretes pada tanggal 16 Mei 1545
berangkat dari Tidore ke Meksiko dengan kapal disebut San Juan. Dalam
perjalanan, ia tiba di Sungai Mamberamo, 16 Juni 1545, kemudian memberi nama
wilayah itu beserta orang-orang yang menghuninya, (Nova Guinea) Kemudian muncul
lagi pengarung lain, antara lain Alvaro Memdana de Neyra (1567), Antonio Martha
(1591-1593).
Tanggal
13 Agustus 1768 satu rombongan dengan kapal laut berangkat dari Nantes,
Perancis dipimpin pelaut LA Bougenville kemudian sempat berlabuh di Teluk Yos
Sudarso, Jayapura. Ia memberi nama Gunung Dofonsoro (Dobonsolo) menjadi Gunung
Cyclops. Nama ini diambil dari nama seorang raksasa Yunani dalam mitos Yunani,
raksasa bermata satu dan wajahnya sangat seram. Ia juga memberi nama sebuah
gunung di sebelah timur Jayapura di sekitar Skow dengan nama Bougainville.
DALAM(surat
keputusan) Gubernur en Hindia Belanda Nomor 4 Tahun tanggal 28 Agustus 1909
kepada asisten Residen, menyebutkan di Manokwari, Irja, diperbantukan satu
detasemen yakni empat perwira dan 80 tentara. Detasemen ini diperbantukan untuk
mengadakan persiapan bagi komisi pengaturan perbatasan antara Belanda-Jerman
yang akan melakukan tugas pada tahun berikutnya.
Ini berdasarkan petunjuk Residen Ternate untuk
mengeksplorasi secara teratur daerah tersebut. Tanggal 28 September 1909 Kapal
"Edi" mendaratkan satuan detasemen dibawah komando Kapten Infanteri
FJP Sache. Mereka seharusnya mendarat di Manokwari, namun akhirnya memilih
mendarat di dekat Sungai Nau O Bwai (bahasa daerah Kayupulo berarti menghiasi
diri) atau lebih populer di masyarakat Kayupulo disebut Numbay artinya airnya
sangat jernih. Kapten Sache dibantu tiga perwira di antaranya Dr Gyllerup dan
perwira laut kelas satu JH Luumes yang mengepalai tim komisi perbatasan.
Mereka
mulai menebang pohon-pohon untuk membuat barak. Di antaranya pohon kelapa
sebanyak 40 batang, tetapi segera pula diberikan pembayaran ganti rugi kepada
pemiliknya seharga 40 ringgit atau 40 x f 2,50 = f 100 (seratus gulden). Ganti
rugi tersebut dinilai sangat besar waktu itu (tahun 1910). Kemudian seorang
ahli sejarah Belanda bernama Kiellich menulis, "Hollandia kostte vierting
(40) rijk daalders" artinya Jayapura dibeli dengan harga 40 ringgit atau f
100. Maka berdirilah permukiman Belanda pertama terdiri dua sungai
masing-masing Numbay dan Anafri yang menyatu dan bermuara di Teluk Numbay atau
Yos Sudarso dengan sebutan Sungai Numbay.
Sungai
Numbay mengalir melalui satu ngarai yang berawa-rawa penuh dengan pohon-pohon
sagu dan bermata air di Pegunungan Cyclop. Karena patroli perbatasan Jerman
memberi nama "Germanihoek" (pojok Jerman) kepada kompamennya.
Sementara itu, Kapten Sache memberi tempat itu dengan sebutan Hollandia pada
tanggal 7 Maret 1910. Maka, berubahlah nama dari Numbai menjadi Hollandia.
Hollandia
yang dimaksudkan Sache adalah tempat di Taman Imbi sekarang ini, sebagai pusat
Kota Jayapura. Di Taman itu sekarang berdiri Tugu Yos Sudarso sebagai tempat
peristirahatan warga pada sore hari. Di sekitar tugu dijual makanan ringan oleh
pedagang kaki berkeliaran menawarkan jasa kepada masyarakat yang ingin
mengabadikan wajahnya di depan tugu.Kelompok masyarakat tertentu di Irja
melihat Taman Imbi dan sekitarnya sebagai tempat bersejarah bagi suku bangsa
Papua.
Di
Taman Imbi itulah menurut masyarakat bendera bintang fajar pertama dikibarkan,
1 Desember 1961, dan diperingati sebagai hari lahir suku bangsa Papua.
Persiapan hari lahir Irja terjadi di dalam Gedung Dewan Papua yang sekarang
disebut Gedung Dewan Kesenian. Gedung itu dikuasai Satgas Papua sampai akhir
Desember 2000 setelah diambil paksa oleh Brimob.
Masyarakat
pun mengibarkan bendera bintang fajar di depan Gedung Dewan Kesenian sejak
Desember 1999-Mei 2001.HARI jadi Hollandia dilukiskan secara singkat, pada 7
Maret 1910 cuaca sangat buruk, tetapi suasana disekitar penghuni detasemen cukup
cerah. Keempat brigade berkumpul dalam sikap upacara sekeliling tiang bendera
dengan pakaian yang rapih.Kapten Sache berpidato mula-mula dalam bahasa
Belanda, kemudian dalam bahasa Melayu.
Kemudian
ia memberi komando, "Dengan nama Ratu Belanda Naikkanlah Bendera! Semoga
dengan perlindungan Tuhan tidak akan diturunkan selamanya." Setelah
bendera dikibarkan, semua kelewang dan sangkur disentakkan dari sarung dan
terdengar teriakkan, "Hura hura, lahirlah Hollandia."Mengapa nama Nau
O Bwai atau Numbay diganti menjadi Hollandia? Hol berarti lengkung, teluk. Land
berarti tanah,
Sehingga
Hollandia artinya tanah yang berlekuk/berbukit. Belanda atau
Nederland-geografinya menunjukkan keadaan berteluk-teluk. Geografi Kota
Jayapura hampir sama dengan garis pantai utara negeri Belanda.Namun, dibalik
makna tersebut, terkandung keinginan bangsa Belanda untuk menguasai wilayah
yang kaya akan potensi alam tersebut. Buktinya, Kapten Sache menancapkan
bendera Belanda kemudian mengatakan, "Semoga bendera ini berkibar selamanya."Irja
secara definitif kembali ke pangkuan Indonesia 1 Mei 1963. Sejak saat itu pula
nama Hollandia diganti menjadi Kota Baru (tahun 1963-1969), kemudian berganti
nama menjadi Soekarnopura (tahun 1969-1975), dan Jayapura (tahun
1975-sekarang). Dengan demikian sebelum menjadi Jayapura, tersebut sudah empat
kali mengalami perubahan nama yaitu Hollandia-Kotabaru-Sukarnopura–Jayapura,
yang sekarang dipakai adalah “Jayapura “.
Berdasarkan
peraturan pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 1979 tanggal 28 Agustus 1979 tentang
pembentukan Kotif Jayapura, dengan pelaksanaan peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 5 Tahun 1979 dan Instruksi Mendagri Nomor 30 Tahun 1979.
Kota
Jayapura menjadi Kotif pada 14 September 1979 diresmikan oleh H Amir Machmud,
Mendagri waktu itu. Pada hari yang sama dilantik Drs Florens Imbiri sebagai
Wali Kota Jayapura oleh H Soetran, Gubernur Irja waktu itu.Kota Jayapura
menjadi Kotif pertama di Irja dan ke-12 di Indonesia. Wali Kota Jayapura kedua
dijabat Drs Michael Manufandu.
Berdasarkan
UU No. 6 tahun 1993, Kota Adminstratif Jayapura menjadi Kotamadya Dati II
Jayapura oleh Bapak Mendagri Yogie S.M betempat di lapangan Mandala Jayapura.
Pada hari yang sama dilantik Drs. R. Roemantyo sebagai WaliKota KDH. Tingkat II
Jayapura. WaliKota KDH. Tingkat II Jayapura menyusun dan melengkapi aparat,
dinas otonom, dan dinas vertikal serta membentuk DPRD Kota, sesuai UU No, 5.
tahun 1974 WaliKota KDH Tingkat II Jayapura dipilih oleh DPRD Kota dan terpilih
Drs R. Roemantyo sebagai WaliKota yang definitif periode 1994/1995-1998/1999.
Sekretariat Kota untuk pertama kali berkantor di Yoka menempati eks kompleks
APDN di pinggir Danau Sentani. Setelah kantor baru berlokasi di Entrop selesai
dibangun, pada bulan Juli 1998 kantor pindah ke Entrop di Jln. Balai Kota No. 1
Entrop Distrik Jayapura Selatan. Tongkat estafet pembangunan dilanjutkan oleh
Bapak Drs. M. R Kambu, M.Si sebagai Walikota Jayapura dan J.I Renyaan, SH
sebagai Wakil Walikota Jayapura periode 1999/2000 - 2004/2005. Untuk pertama
kalinya pada tahun 2004 - 2005 dalam sejarah demokrasi di Indonesia pada
umumnya dan Kota Jayapura pada khususnya dilakukan pemilihan kepala daerah
secara langsung oleh rakyat, dimana masyarakat Kota Jayapura masih memberi
kepercayaan kepada Bapak Drs. M.R Kambu, M.Si sebagai Walikota Jayapura dan
Sudjarwo, BE sebagai Wakil Walikota Jayapura periode 2005 – 2010, Dilanjutkan
dengan Walikota berikutnya yaitu Drs. Benhur
Tomy Mano, MM dan H Nur Alam, SE,
M.Si dilantik sebagai Walikota dan Wakil
Walikota Jayapura periode
2011-2016 oleh Gubernur Papua Barnabas Suebu atas nama Mendagri di
Ruang Sidang DPRD Kota Jayapura.
*********
Potret Tempo dulu
Jalan Entrop
Jalan A. Yani
Pasar hamadi
Pelabuhan Jayapura
Pelabuhan Jayapura
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar