Pemangku | Republik Indonesia |
---|---|
Sejak | 11 Februari 1950 |
Perisai | Di bagian tengah Garuda, melambangkan Pancasila, ideologi nasional Indonesia |
Penopang | Garuda (penopang tunggal) |
Semboyan | Bhinneka Tunggal Ika |
Elemen | Jumlah bulu Garuda melambangkan tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Republik Indonesia |
Penggunaan | - Lambang Negara (contoh pada Paspor Indonesia dan dokumen resmi kenegaraan) - sebagai lambang kenegaraan dan ideologi nasional - penggunaan resmi kenegaraan lainnya |
Lambang
negara Indonesia adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia
berbentuk burung Garuda
yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai
berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
“Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda.
Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid
II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno,
dan diresmikan
pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11
Februari 1950.
Lambang negara Garuda Pancasila diatur
penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
SEJARAH
Garuda,
kendaraan (wahana)
Wishnu
tampil di berbagai candi
kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan,
Penataran,
Belahan, Sukuh
dan Cetho
dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di
dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana
yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba
menyelamatkan Sinta
dari cengkeraman Rahwana.
Arca anumerta Airlangga
yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan
mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di
Museum
Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah,
terutama di Jawa
dan Bali.
Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan,
keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga
memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta.
Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang
dapat terbang" dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya
digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh
dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit
dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu,
atau dalam adegan pertempuran melawan Naga.
Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia
sejak zaman kuno telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia,
sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai
penerbangan nasional Indonesia Garuda
Indonesia. Selain Indonesia, Thailand
juga menggunakan Garuda sebagai lambang
negara.
Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949,
disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda
melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia
(saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang
negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama
Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio
Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh
Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia
ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan
diajukan kepada pemerintah
Lambang Garuda juga digunakan di jersey Tim
Nasional Sepak Bola Indonesia
Merujuk keterangan Bung Hatta
dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet
tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang
negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses
selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II.
Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan
pengaruh
Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang
(Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta,
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga
sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah
putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal
Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri
Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang
negara tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan
terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang
perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
SULTAN HAMID II
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang
negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga
tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden
Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh
Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar
Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan
lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam
Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk
kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul
seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk
pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes
Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada
tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis
kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain
penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah
posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di
depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno
menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald
Eagle, Lambang Amerika Serikat. Untuk terakhir
kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar
lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar
lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar
dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen
Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik
Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
GARUDA
1.
Garuda Pancasila sendiri adalah
burung Garuda
yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu
kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan
sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang
besar dan negara yang kuat.
- Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
- Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
- Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
- 8 helai bulu pada ekor
- 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
- 45 helai bulu di leher
PERISAI
A. Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan
dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan,
pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
- Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
- Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
- Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut
1.
Sila Pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian
tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam
2.
Sila Kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri
bawah perisai berlatar merah
3.
Sila Ketiga
4.
Sila Keempat
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala
banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah dan
5.
Sila Kelima
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai
berlatar putih.
PITA BERTULISKAN SEMBOYAN BHINNEKA TUNGGAL IKA
1.
Kedua cakar Garuda Pancasila
mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
- Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Patung
besar Garuda Pancasila, terpasang di Ruang Kemerdekaan Monas, Jakarta.
BEBERAPA ATURAN
Penggunaan
lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109,
TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara
1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958
Lambang
Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
- warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai;
- warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
- warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
- warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
- warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Lambang
Negara wajib digunakan di:
- dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan;
- luar gedung atau kantor;
- lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
- paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
- uang logam dan uang kertas; atau
- meterai.
Dalam
hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar
Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
- Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
- gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.
Setiap
orang dilarang:
- mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
- menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
- membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
- menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Ukuran/dimensi
resmi lambang negara.
Sumber
- UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035)
- Artikel Garuda Pancasila (materi yang dipindahkan)
- Artikel Lambang Indonesia (awal)
- http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda_Pancasila
Tidak ada komentar:
Posting Komentar