JAKARTA (Jurnal): Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN)
Benny Mamoto mengatakan bahwa tanaman khat yang berasal dari Timur
Tengah dan Afrika adalah tanaman yang mempunyai efek seperti ganja
terhadap tubuh, mulai ditemukan di berbagai daerah al. di Tugu, Bogor
seluas 3 ha.
“Tanaman Khat (Catha Edulis) diketemukan juga di Banyumas, Jawa Tengah. Tidak menutup kemungkinan akan ditemukan di tempat-tempat lain. dan peristiwa di Cisarua akan menjadi model/contoh penanganan bagi daerah lain,” kata Benny. Benny mengatakan hal itu Rabu (13/3) forum discussion group (FGD) dengan tema Tanaman Khat Legal atau Ilegal? yang digelar di PTIK, Jakarta. Tampil sebagai pembicara lainnya Prof. Yahdiana Harahap dari Fakultas Farmakologi Universitas Indonesia dan Dr. Mudzakkir, S.H., M.H, Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
“Tanaman Khat (Catha Edulis) diketemukan juga di Banyumas, Jawa Tengah. Tidak menutup kemungkinan akan ditemukan di tempat-tempat lain. dan peristiwa di Cisarua akan menjadi model/contoh penanganan bagi daerah lain,” kata Benny. Benny mengatakan hal itu Rabu (13/3) forum discussion group (FGD) dengan tema Tanaman Khat Legal atau Ilegal? yang digelar di PTIK, Jakarta. Tampil sebagai pembicara lainnya Prof. Yahdiana Harahap dari Fakultas Farmakologi Universitas Indonesia dan Dr. Mudzakkir, S.H., M.H, Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Menurut Benny, dari hasil pengujian lab BNN nomor: SS 5 B/II/2013,
tanggal 4 Februari 2014 terhadap sample daun Khat yang diajukan
/dikirimkan ke Lab BNN didapatkan kandungan : Katinona, dan Katina.
Menurut dia, Katinona termuat dalam UU 35/2009 tentang Narkotika Gol. I No.. Urut 35 dan Katina termuat dalam UU No. 5/1997, tentang Psikotropika Gol. III No. Urut 6.
Warga sekitar menyebutnya Teh Arab dan di lapangan ditemukan dua jenis dengan sebutan : Khat Merah (batang agak kemerah-merahan) dan Khat Hijau (batang warna hijau normal).
Tanaman ini, kata Benny, tumbuh seperti tanaman perdu yang tinggginya dapat mencapai 3 m, oleh penduduk setempat dijadikan tanaman selingan, dan penanaman dengan cara distek dan perawatan sangat mudah (tidak perlu pupuk).
Meskipun daun Khat ini bukan tanaman pokok, namun dapat menambah penghasilan bagi masyarakat setempat, di mana harga daun Khat dijual bervariasi tergantung ukuran kresek yaitu Kresek kecil Rp 300.000, Kresek Besar Rp 500.000 dan Kresek Jumbo Rp 1,2 Juta.
Kegunaan tanaman menurut masyarakat, katanya, tanaman Khat dapat meningkatkan ketahanan tubuh, vitalitas / stamina dan dapat menyembuhkan penyakit seperti: Diare, Diabetes, Darah Tinggi, Kolesterol dan Sakit Pinggang dan tidak ada efek samping (pendapat warga sekitar).
Menurut Benny, daun khat ini banyak dikonsumsi oleh Supir travel (antar-jemput turis Arab) yang mengunjungi Cisarua, supaya tidak mengantuk. (Arti Tresno)
Menurut dia, Katinona termuat dalam UU 35/2009 tentang Narkotika Gol. I No.. Urut 35 dan Katina termuat dalam UU No. 5/1997, tentang Psikotropika Gol. III No. Urut 6.
Warga sekitar menyebutnya Teh Arab dan di lapangan ditemukan dua jenis dengan sebutan : Khat Merah (batang agak kemerah-merahan) dan Khat Hijau (batang warna hijau normal).
Tanaman ini, kata Benny, tumbuh seperti tanaman perdu yang tinggginya dapat mencapai 3 m, oleh penduduk setempat dijadikan tanaman selingan, dan penanaman dengan cara distek dan perawatan sangat mudah (tidak perlu pupuk).
Meskipun daun Khat ini bukan tanaman pokok, namun dapat menambah penghasilan bagi masyarakat setempat, di mana harga daun Khat dijual bervariasi tergantung ukuran kresek yaitu Kresek kecil Rp 300.000, Kresek Besar Rp 500.000 dan Kresek Jumbo Rp 1,2 Juta.
Kegunaan tanaman menurut masyarakat, katanya, tanaman Khat dapat meningkatkan ketahanan tubuh, vitalitas / stamina dan dapat menyembuhkan penyakit seperti: Diare, Diabetes, Darah Tinggi, Kolesterol dan Sakit Pinggang dan tidak ada efek samping (pendapat warga sekitar).
Menurut Benny, daun khat ini banyak dikonsumsi oleh Supir travel (antar-jemput turis Arab) yang mengunjungi Cisarua, supaya tidak mengantuk. (Arti Tresno)
Tanaman Khat
Tanaman ganja |
Ada pertanyaan menarik dari seorang teman ketika beberapa waktu yang
lalu, ada orang melakukan kampanye “anti tembakau”. Pertanyaannya
begini…
“Salahkah Tuhan menghadirkan tembakau di dunia ini ?” (ini berhubungan dengan politik tembakau).
Pertanyaan itu muncul lagi di dalam pikiran saya, ketika sekarang
ramai-ramai membicarakan Tanaman Khat. Aparat sedang akan memusnahkan
tanaman Khat yang ada di daerah Bogor, Kemarin di Banyumas juga banyak
yang telah dimusnahkan.
“Salahkah Tuhan Menghadirkan tanaman Khat di bumi ini ?”
Sepertinya ada yang kurang tepat, ketika belum ada penelitian yang
mendalam terkait dengan tanaman khat, manfaatnya apa dan kandungan dari
keseluruhan tanaman khat itu apa, tiba-tiba sudah dilakukan pemusnahan.
Ini juga terjadi pada tanaman seperti ganja, yang banyak di daerah Aceh.
Apa pernah institusi di Indonesia ini yang serius meneliti tanaman
ganja? Apa ada yang serius meneliti tentang khat (banyak di Afrika dan
dataran Arabia)? Apa ada yang serius meneliti tentang tanaman opium
(banyak di Afghanistan)? Apa ada yang serius meneliti tentang tanaman
koka (banyak di Peru) ?
Tanaman Khat |
Ketika kita melihat berita bahwa seorang petani yang menanam Khat di
bogor atau di Banyumas, kemudian tanaman khatnya di cabuti dan
dimusnahkan (yang mencabut dan memusnahkan seolah-olah paham betul bahwa
tanaman itu adalah tanaman sesat, tanaman yang mengandung psikotropika,
tanaman yang mengandung chatinone)….rasanya saya ingin protes…
Sementara pabrik-pabrik besar (perusahaan farmasi, mungkin di dalam dan
luar negeri) yang memang memproduksi chatinone secara sintetis/campuran
dari berbagai bahan kimia. Pabrik besar itu justru semakin eksis.
Pabrik-pabrik farmasi bisa saja membuat zat seperti yang terkandung pada tanaman ganja, koka, opium dengan cara sintetis.
Saya jadi bertanya-tanya, gimana sih Asbabun Nuzulnya terkait dengan
larangan tanaman ganja dan lainnya? (Gimana sejarahnya sehingga tanaman
ganja dilarang)? Mungkin teman-teman bisa mendiskusikan hal ini.
Menurut saya, ini berkaitan dengan cara berfikir kita sekarang. Kita
kadang terlalu reduksionis, kita tidak terlatih untuk berfikir secara
holistik.
Memang betul tanaman khat itu mengandung chatinone. Kalau tanaman khat
itu dianalisis, menggunakan alat-alat analisis di laboratorium akan
mengandung bermacam macam zat, termasuk salah satunya chatinone.
Tanaman Opium |
Tanaman ganja, ketika dianalisis dengan alat-alat analisis yang ada,
mengandung banyak zat dan salah satunya adalah zat adiktif. Tembakau
kalau dinalisis mengandung banyak zat dan salah satunya adalah nikotin.
Tapi, apakah ketika tercampur dalam sebuah tanaman akan memberikan efek
yang sama? Tanaman khat ketika dimakan baik daun, batang dll apakah
akan mempunyai efek yang sama bila dibandingkan dengan dikonsumsi hanya
chatinonenya saja?
Tanaman Ganja apabila dikonsumsi (di Aceh di buat sebagai sayuran),
apakah mempunyai efek yang sama bila dibandingkan dengan mengkonsumsi
zat adiktifnya saja?
Sekali lagi, pabrik-pabrik farmasi bisa memproduksi chatinone tanpa
menggunakan tanaman khat. Pabrik-pabrik farmasi bisa memproduksi zat-zat
yang termasuk dalam psikotropika tanpa menggunakan tanaman ganja.
Akhirnya ada teman saya yang nyeletuk “ mungkin perusahaan besar takut
…kalah bersaing dengan tanaman khat, ganja, opium, tembakau dll “. “
kalau ternyata tanaman ganja, khat, tembakau banyak manfaatnya dan
petani banyak yang menanamnya bisa jadi perusahaan farmasi gulung
tikar”.
“Tuhan menghadirkan tanaman apa saja, pasti ada manfaatnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar