“Saya berikan yang layak saja karena pelayanan ramah dan baik. Ini bukan karena dipersulit, sebagai ucapan terima kasih.”
“Ya,
sekedar rasa senang, saya berikan uang lelah pada si penggesek. Bukan
karena permintaan, karena senang mereka sudah berikan layanan baik.”
Demikian kalimat-kalimat diatas saya kutip dari artikel seorang kompasianer dalam artikel Nol Rupiah untuk Urus STNK Hilang. Beberapa
model kalimat lain dengan inti yang sama yang sering saya dengar
diantaranya adalah: “Ini tanda terimakasih kami pak, atas pelayanan
Bapak yang baik”, “Mohon diterima Pak, ini tanda terimakasih kami karena
kerjasama yang baik selama ini”, “Mohon diterima Pak, ini sudah
kebiasaan kami”, “Ini murni tanda terimakasih, iklas dari kami, tidak
ada hubungannya dengan jabatan/pekerjaan Bapak”, dan masih banyak
berbagai versi kalimat tanda terimakasih yang intinya memberikan sesuatu
baik uang atau barang kepada aparat/birokrat pemerintah yang memberikan
pelayanan baik secara langsung maupun tidak.
Sebagai
PNS yang telah bekerja selama 15 tahun, saya pun sering bertemu dengan
masyarakat yang dermawan dan baik hati sehingga tidak sungkan memberikan
tanda terima kasih tersebut. Namun berdasarkan pengalaman, saya bisa
mengatakan bahwa “kebaikan” masyarakat tersebut sangat berefek negatif bagi mental para aparat/birokrat pemerintah.
Karenanya sekarang ini pemerintah gencar mengkampanyekan dan sedang
melaksanakan program reformasi birokrasi yang tujuan utamanya adalah
menciptakan aparatur yang bersih, melayani, profesional, transparan dan
akuntabel. Dalam reformasi birokrasi tersebut terdapat kode etik dan
peraturan yang wajib diikuti oleh semua aparat pemerntah, salah satunya adalah larangan menerima imbalan dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun dari masyarakat ataupun pihak-pihak yang mendapatkan pelayanan baik langsung maupun tidak langsung.
Setiap
CPNS yang hendak dilantik menjadi PNS penuh dan PNS yang akan dilantik
menjadi pejabat dalam semua level dan tingkatan, wajib mengucapkan
sumpah jabatan. Sumpah Jabatan tersebut selalu berisi kalimat berikut:
Demi Allah! Saya bersumpah, …
…
Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;
…
Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;
…
dan seterusnya.
Poin yang sama juga ada dalam sumpah jabatan bagi anggota POLRI dan TNI bahkan Menteri dan Presiden sekalipun.
Latar
belakang hal ini wajib diucapkan dalam sumpah jabatan adalah untuk
kembali mengingatkan para aparat/birokrat bahwa menerima imbalan dalam
bentuk apapun selama menjadi aparat/birokrat pemerintah adalah haram
atau dilarang keras karena tertuang dalam Peraturan Pokok Kepegawaian,
Kode Etik Pegawai bahkan juga tertuang dalam Undang-Undang Anti
Korupsi/UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tanda
Terimakasih seperti dalam kutipan di awal artikel ini adalah bagian dari
imbalan yang terlarang untuk diterima aparat/birokrat pemerintah
meskipun pemberinya iklas, meskipun aparat/birokrat tidak memintanya.
Bila menerimanya saat memberikan pelayanan atau berkaitan dengan
pelayanan yang telah diberikan sebelumnya, maka masuk kategori
gratifikasi yang wajib dilaporkan berapapun jumlahnya. Bila diberikan
yang tidak ada kaitan sama sekali dengan pelayanan, maka harus bersiap
ditanya-tanya oleh aparat pemeriksa bila hal tersebut diduga ada
hubungannya dengan tugas dan jabatannya.
Mengapa
tanda terimakasih tersebut saya katakan dapat merusak mental
aparat/birokrat? Ilustrasinya adalah sebagai berikut berdasarkan
pengamatan dan pengalaman 15 tahun menjadi PNS.
1. Saat
pertama kali atau beberapa kali mendapatkan tanda terimakasih, mungkin
saja belum ada perasaan apapun dan tetap profesional memberikan
pelayanan.
2. Setelah
berkali-kali mendapatkan tanda terimakasih terutama bila sudah
kenal/tahu/dipetakan siapa saja yang suka memberi, maka saat yang
bersangkutan tidak memberi akan timbul pertanyaan “kenapa kali ini tidak
memberi ya?” saat itulah mulai timbul ketergantungan dan selalu
menunggu tanda terima kasih.
3. Disaat
si A sudah jarang memberikan tanda terimakasih, namun si B, C, D dan
yang lainnya juga tetap memberikan secara rutin tanda terimakasih,
disamping itu ada juga masyarakat yang tidak memberikan tanda
terimakasih.
4. Si
petugas mulai bersikap pilih kasih pada masyarakat yang dilayani
berdasarkan tanda terimakasih yang diterimanya. Si B, C, D dan lainnya
yang memberikan tanda terimakasih akan dilayani lebih ramah, dengan
senyum bahkan diutamakan dibanding yang lainnya yang tidak memberikan
tanda terimakasih. Hal ini adalah konsekuensi dari si petugas yang mulai
berharap agar selalu mendapatkan tanda terimakasih.
5. Tahap
selanjutnya, petugas akan kecanduan tanda terimakasih dan selalu
mencari cara untuk mendapatkan tanda terimakasih, dari mulai menyindir
bahkan hingga mempersulit masyarakat yang dilayani yang tidak memberikan
tanda terima kasih. Dari sinilah mulai muncul celah suap menyuap yang
akhirnya akan menjadi kebiasaan dan dilakukan secara masif.
Keberhasilan
Reformasi Birokrasi untuk menciptakan aparat/birokrat pemerintah yang
bersih, melayani, profesional, transparan dan akuntabel sangat
membutuhkan dukungan dan peran serta dari masyarakat. Salah satu
dukungan tersebut adalah dengan berlaku “tega” untuk tidak memberikan
tanda terimakasih. Percayalah bahwa tanda terimakasih tersebut hanya
perasaan Anda selaku masyarakat yang belum terbiasa mendapatkan
pelayanan prima dari aparat/birokrat sehingga saat mendapatkannya merasa
wajib memberi apresiasi berupa tanda terimakasih. Hal ini tidak perlu
dilakukan karena sebenarnya masyarakat/rakyat telah memberi apresiasi
yang cukup melalui gaji, tunjangan dan berbagai fasilitas kepada
aparat/birokrat. Setiap hari para PNS mendapatkan uang makan dan bila
harus lembur sudah tersedia uang lembur dan uang makan lembur, belum
lagi berbagai honor yang diberikan instansinya masing-masing.
Penghasilan dan berbagai fasilitas yang didapatkan aparat/birokrat kini
sudah relatif jauh lebih baik dibandingkan masa lalu, masyarakat tidak
perlu repot memberikan uang lelah walaupun sudah diberikan pelayanan
yang memuaskan karena hal itu justru akan menghancurkan/merusak mental
aparat/birokrat itu sendiri. Oleh karena itu mereka dituntut komitmennya
untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan tanpa memungut biaya apapun
kecuali yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah secara transparan,
mereka juga berkewajiban menolak semua pemberian dalam bentuk apapun
termasuk tanda terimakasih.
Coba
perhatikan, saat mengakses pelayanan bank baik di kasir maupun di
bagian kredit, tidak pernah nasabah memberikan tanda terimakasih.
Misalnya setelah mengambil uang di teller, maka nasabah memberikan
Rp100.000,- kepada teller atau satpam sebagai tanda terima kasih. Hal
ini dikarenakan masyarakat sudah terbiasa mendapatkan pelayana prima
dari bank manapun dengan standar yang hampir sama. Beda dengan instansi
pemerintah yang seringkali tidak memiliki SOP dan transparansi yang
memadai, sudah adapun kadangkala pelaksanaannya masih setengah hati.
Oleh karena itu masyarakat sangat berperan penting dalam mengedukasi
aparat/birokrat pemerintah, tidak perlu memberikan tanda terimakasih
apapun, cukup senyum dan ucapan terimakasih. Sebaliknya, aparat/birokrat
harus berperan untuk mengedukasi masyarakat untuk menghilangkan budaya
yang buruk seperti tanda terimakasih tersebut, aparat/birokrat wajib
menolak dan memberitahukan masyarakat bahwa hal tersebut sudah tidak
boleh dilakukan lagi, bahwa sekarang sudah terlarang karena bertentangan
dengan semangat reformasi birokrasi.
Tanda
Terimakasih dari masyarakat kepada aparat/birokrat berpeluang membuka
pintu penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang/kekuasaan seperti suap
dan korupsi, Tanda Terimakasih adalah garis start untuk masuk lebih
dalam ke perbuatan tersebut. Jadi, tolong masyarakat juga ikut membantu
pelaksanaan reformasi birokrasi dengan salah satunya adalah berhenti
memberikan tanda terimakasih dalam bentuk apapun kepada aparat/birokrasi
pemerintah, dan jika masih ada yang meminta tanda terimakasih meskipun
tidak memaksa, masyarakat harus melaporkannya bila memang mau berperan
aktiv menciptakan aparat/birokrat pemerintah yang bersih, melayani,
profesional, transparan dan akuntabel yang bebas dari Suap, Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme.