Rabu, 02 April 2014

Tanda "Terima Kasih", Perilaku Masyarakat yang Merusak Mental Birokrat/Aparat

“Saya berikan yang layak saja karena pelayanan ramah dan baik. Ini bukan karena dipersulit, sebagai ucapan terima kasih.”
“Ya, sekedar rasa senang, saya berikan uang lelah pada si penggesek. Bukan karena permintaan, karena senang mereka sudah berikan layanan baik.”
Demikian kalimat-kalimat diatas saya kutip dari artikel seorang kompasianer dalam artikel Nol Rupiah untuk Urus STNK Hilang. Beberapa model kalimat lain dengan inti yang sama yang sering saya dengar diantaranya adalah: “Ini tanda terimakasih kami pak, atas pelayanan Bapak yang baik”, “Mohon diterima Pak, ini tanda terimakasih kami karena kerjasama yang baik selama ini”, “Mohon diterima Pak, ini sudah kebiasaan kami”, “Ini murni tanda terimakasih, iklas dari kami, tidak ada hubungannya dengan jabatan/pekerjaan Bapak”, dan masih banyak berbagai versi kalimat tanda terimakasih yang intinya memberikan sesuatu baik uang atau barang kepada aparat/birokrat pemerintah yang memberikan pelayanan baik secara langsung maupun tidak.
Sebagai PNS yang telah bekerja selama 15 tahun, saya pun sering bertemu dengan masyarakat yang dermawan dan baik hati sehingga tidak sungkan memberikan tanda terima kasih tersebut. Namun berdasarkan pengalaman, saya bisa mengatakan bahwa “kebaikan” masyarakat tersebut sangat berefek negatif bagi mental para aparat/birokrat pemerintah. Karenanya sekarang ini pemerintah gencar mengkampanyekan dan sedang melaksanakan program reformasi birokrasi yang tujuan utamanya adalah menciptakan aparatur yang bersih, melayani, profesional, transparan dan akuntabel. Dalam reformasi birokrasi tersebut terdapat kode etik dan peraturan yang wajib diikuti oleh semua aparat pemerntah, salah satunya adalah larangan menerima imbalan dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun dari masyarakat ataupun pihak-pihak yang mendapatkan pelayanan baik langsung maupun tidak langsung.
Setiap CPNS yang hendak dilantik menjadi PNS penuh dan PNS yang akan dilantik menjadi pejabat dalam semua level dan tingkatan, wajib mengucapkan sumpah jabatan. Sumpah Jabatan tersebut selalu berisi kalimat berikut:
Demi Allah! Saya bersumpah, …

Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;
dan seterusnya.
Poin yang sama juga ada dalam sumpah jabatan bagi anggota POLRI dan TNI bahkan Menteri dan Presiden sekalipun.
Latar belakang hal ini wajib diucapkan dalam sumpah jabatan adalah untuk kembali mengingatkan para aparat/birokrat bahwa menerima imbalan dalam bentuk apapun selama menjadi aparat/birokrat pemerintah adalah haram atau dilarang keras karena tertuang dalam Peraturan Pokok Kepegawaian, Kode Etik Pegawai bahkan juga tertuang dalam Undang-Undang Anti Korupsi/UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tanda Terimakasih seperti dalam kutipan di awal artikel ini adalah bagian dari imbalan yang terlarang untuk diterima aparat/birokrat pemerintah meskipun pemberinya iklas, meskipun aparat/birokrat tidak memintanya. Bila menerimanya saat memberikan pelayanan atau berkaitan dengan pelayanan yang telah diberikan sebelumnya, maka masuk kategori gratifikasi yang wajib dilaporkan berapapun jumlahnya. Bila diberikan yang tidak ada kaitan sama sekali dengan pelayanan, maka harus bersiap ditanya-tanya oleh aparat pemeriksa bila hal tersebut diduga ada hubungannya dengan tugas dan jabatannya.
Mengapa tanda terimakasih tersebut saya katakan dapat merusak mental aparat/birokrat? Ilustrasinya adalah sebagai berikut berdasarkan pengamatan dan pengalaman 15 tahun menjadi PNS.
1. Saat pertama kali atau beberapa kali mendapatkan tanda terimakasih, mungkin saja belum ada perasaan apapun dan tetap profesional memberikan pelayanan.
2. Setelah berkali-kali mendapatkan tanda terimakasih terutama bila sudah kenal/tahu/dipetakan siapa saja yang suka memberi, maka saat yang bersangkutan tidak memberi akan timbul pertanyaan “kenapa kali ini tidak memberi ya?” saat itulah mulai timbul ketergantungan dan selalu menunggu tanda terima kasih.
3. Disaat si A sudah jarang memberikan tanda terimakasih, namun si B, C, D dan yang lainnya juga tetap memberikan secara rutin tanda terimakasih, disamping itu ada juga masyarakat yang tidak memberikan tanda terimakasih.
4. Si petugas mulai bersikap pilih kasih pada masyarakat yang dilayani berdasarkan tanda terimakasih yang diterimanya. Si B, C, D dan lainnya yang memberikan tanda terimakasih akan dilayani lebih ramah, dengan senyum bahkan diutamakan dibanding yang lainnya yang tidak memberikan tanda terimakasih. Hal ini adalah konsekuensi dari si petugas yang mulai berharap agar selalu mendapatkan tanda terimakasih.
5. Tahap selanjutnya, petugas akan kecanduan tanda terimakasih dan selalu mencari cara untuk mendapatkan tanda terimakasih, dari mulai menyindir bahkan hingga mempersulit masyarakat yang dilayani yang tidak memberikan tanda terima kasih. Dari sinilah mulai muncul celah suap menyuap yang akhirnya akan menjadi kebiasaan dan dilakukan secara masif.
Keberhasilan Reformasi Birokrasi untuk menciptakan aparat/birokrat pemerintah yang bersih, melayani, profesional, transparan dan akuntabel sangat membutuhkan dukungan dan peran serta dari masyarakat. Salah satu dukungan tersebut adalah dengan berlaku “tega” untuk tidak memberikan tanda terimakasih. Percayalah bahwa tanda terimakasih tersebut hanya perasaan Anda selaku masyarakat yang belum terbiasa mendapatkan pelayanan prima dari aparat/birokrat sehingga saat mendapatkannya merasa wajib memberi apresiasi berupa tanda terimakasih. Hal ini tidak perlu dilakukan karena sebenarnya masyarakat/rakyat telah memberi apresiasi yang cukup melalui gaji, tunjangan dan berbagai fasilitas kepada aparat/birokrat. Setiap hari para PNS mendapatkan uang makan dan bila harus lembur sudah tersedia uang lembur dan uang makan lembur, belum lagi berbagai honor yang diberikan instansinya masing-masing. Penghasilan dan berbagai fasilitas yang didapatkan aparat/birokrat kini sudah relatif jauh lebih baik dibandingkan masa lalu, masyarakat tidak perlu repot memberikan uang lelah walaupun sudah diberikan pelayanan yang  memuaskan karena hal itu justru akan menghancurkan/merusak mental aparat/birokrat itu sendiri. Oleh karena itu mereka dituntut komitmennya untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan tanpa memungut biaya apapun kecuali yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah secara transparan, mereka juga berkewajiban menolak semua pemberian dalam bentuk apapun termasuk tanda terimakasih.
Coba perhatikan, saat mengakses pelayanan bank baik di kasir maupun di bagian kredit, tidak pernah nasabah memberikan tanda terimakasih. Misalnya setelah mengambil uang di teller, maka nasabah memberikan Rp100.000,- kepada teller atau satpam sebagai tanda terima kasih. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah terbiasa mendapatkan pelayana prima dari bank manapun dengan standar yang hampir sama. Beda dengan instansi pemerintah yang seringkali tidak memiliki SOP dan transparansi yang memadai, sudah adapun kadangkala pelaksanaannya masih setengah hati. Oleh karena itu masyarakat sangat berperan penting dalam mengedukasi aparat/birokrat pemerintah, tidak perlu memberikan tanda terimakasih apapun, cukup senyum dan ucapan terimakasih. Sebaliknya, aparat/birokrat harus berperan untuk mengedukasi masyarakat untuk menghilangkan budaya yang buruk seperti tanda terimakasih tersebut, aparat/birokrat wajib menolak dan memberitahukan masyarakat bahwa hal tersebut sudah tidak boleh dilakukan lagi, bahwa sekarang sudah terlarang karena bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi.
Tanda Terimakasih dari masyarakat kepada aparat/birokrat berpeluang membuka pintu penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang/kekuasaan seperti suap dan korupsi, Tanda Terimakasih adalah garis start untuk masuk lebih dalam ke perbuatan tersebut. Jadi, tolong masyarakat juga ikut membantu pelaksanaan reformasi birokrasi dengan salah satunya adalah berhenti memberikan tanda terimakasih dalam bentuk apapun kepada aparat/birokrasi pemerintah, dan jika masih ada yang meminta tanda terimakasih meskipun tidak memaksa, masyarakat harus melaporkannya bila memang mau berperan aktiv menciptakan aparat/birokrat pemerintah yang bersih, melayani, profesional, transparan dan akuntabel yang bebas dari Suap, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.